Sabtu, 23 Februari 2013

Bank Sampah


Sampah merupakan material yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Menurut sifatnya sampah terdiri dari sampah organik/ dapat diurai (degradable)  dan sampah anorganik/ tidak terurai (undegradable). Sampah organik yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering dan lain sebagainya, sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kaleng, gelas, besi dan dan lain-lainnya.

Walaupun sampah ini tetap merupakan masalah di dunia, tetapi di negara maju telah menggunakan cara-cara canggih dan modern dalam penanganannya. Mulai dari kesadaran masyarakatnya untuk membuang sampah pada tempatnya sampai pengangkutan dan pengolahan akhir sudah tertata rapi, sehingga dapat meminimalisasi bahaya terhadap lingkungan.

Berbeda dengan negeri kita ini. Masih banyak permasalahan sampah yang dihadapi dan akan terus dihadapi jika tidak segera dilakukan tindakan pencegahan dan perbaikan. Satu – satunya negara yang pernah mengalami bencana longsor dari gunungan sampah adalah Indonesia, tidak tanggung –tanggung bencana tersebut sampai merenggut puluhan jiwa manusia. Permasalahan tersebut sebenarnya dimulai dari rendahnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak adanya pemilahan sampah basah dan kering, proses pengangkutan yang tidak benar sampai belum banyaknya tempat pengelolaan sampah. 

Ada beberapa cara pengelolaan sampah yang bisa dilakukan diantaranya adalah melalui “bank sampah”. Pernahkah anda mendengar istilah bank sampah ?, saya yakin bagi sebagian orang istilah ini masih awam, tetapi banyak pula yang sudah familiar. 

Prinsip dari bank sampah adalah mengelola sampah rumah tangga untuk dijadikan sesuatu yang dapat dipakai kembali, baik dalam bentuk uang maupun barang siap pakai. Seperti halnya struktur organisasi pada sektor formal, bank sampah ini juga harus dimulai dengan pembentukan struktur organisasi sebagai penanggung jawab pelaksanaan pengelolaan sampah nantinya. Minimal struktur organisasi ini terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara. Karena memang bank sampah ini lebih bersifat sosial kemasyarakatan maka orang yang duduk di organisasi sebaiknya adalah volunteer dan orang yang sudah berpengalaman dalam menjalankan organisasi. Keanggotaannya juga sebaiknya dari satu area lingkungan ( RT, RW, Desa dan seterusnya) karena tujuan bank sampah adalah mengelola sampah untuk menghindari dan mengurangi kerusakan dalam suatu area lingkungan. Percuma saja jika keanggotaannya berasal dari orang yang saling berjauhan, karena sampah yang dihasilkan oleh keluarga dari suatu lingkungan bisa saja tetap tidak terkelola secara menyeluruh dan akan tetap berakibat merusak suatu area lingkungan tertentu.

Pengelolaan sampah ini di mulai dari pemilahan sampah organik dan anorganik di tingkat rumah tangga. Sampah oganik nantinya akan dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik akan dipilah lagi sesuai dengan jenisnya. Sampah organik dikumpulkan dan dilakukan proses pembusukan dengan teknik tertentu sampai menjadi kompos, kemudian kompos tersebut dapat digunakan kembali untuk proses penyuburan tanah atau dijual kepada pengepul  untuk didistribusikan kepada petani, sedangkan sampah anorganik yang sudah terpisah-pisah dijual ke perusahaan pemerintah atau swasta. Perusahaan yang bergerak dibidang ini biasanya menganggap bank sampah sebagai rekan kerja sehingga  selalu membantu dan membina dalam menjalankan organisasi.

Nah, jika sudah ada pengepul dan perusahaan penampung maka tinggal menerima uang dari hasil penjualan sampah. Disinilah proses “perbankan” dimulai, uang yang diterima dari pengepul/ perusahaan disimpan didalam “bank fenomenal” ini dan dicatat dalam buku tabungan sesuai dengan jumlah sampah yang disetorkan oleh anggota. Anggota dapat menyimpan uang hasil penjualan atau langsung mengambil dengan menyisakan sejumlah uang untuk ditabung. Seperti halnya pada bank-bank pada umumnya, disini juga dilakukan simpan pinjam. Namun uniknya anggota yang meminjam uang tidak harus mengembalikan uang, tetapi mengirimkan sejumlah sampah sesuai nominal harga yang dipinjam.

Cara unik ini sudah mulai dilakukan di kota-kota besar di Indonesia, bahkan sekarang berkembang  menjadi hal yang istimewa jika di suatu tempat sudah mempunyai bank sampah. Disamping menjadikan lingkungan bersih, aman dan nyaman juga dapat menjadi tambahan pemasukan keuangan. Barangkali tepat jika digunakan pepatah “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”, sampah terkelola dengan baik, lingkungan nyaman, dapat uang pula.

Namun selama ini masih ada problematika yang sering muncul, diantaranya adalah belum banyak perusahaan yang mampu membina dan menganggap sebagai mitra, kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah masih rendah, masih sedikit pemerintah daerah yang berapresiasi dengan program ini dan masih sulitnya memasarkan barang rekondisi sampah. Beberapa problem ini sering menyebabkan bank sampah tidak bertahan lama dan kolaps.

Untuk itu perlu adanya cara agar dapat membantu menginisiasi tumbuhnya dan keberlangsungan bank sampah ini, beberapa cara tersebut dapat ditempuh dengan :
  1. Peran pemerintah dalam melakukan pembinaan tentu sangat dinanti oleh masyarakat,
  2. Memberdayakan masyarakat setempat untuk menjalankan roda bank sampah sehingga mereka mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab yang kuat,
  3. Mendirikan perusahaan dengan bahan pokok dari sampah sehingga pemasaran sampah tidak tersendat,
  4. Selalu mengutamakan kearifan lokal dalam membentuk struktur organisasi dan teknik perbankan yang akan digunakan.
Itulah sedikit cerita saya, semoga menjadi inspirasi bagi pembaca. Tetapi yang perlu diingat sebagus apapun pengelolaan sampah, mencegah produksi sampah adalah cara yang paling aman dan bijak.

 Proses Pembentukan Organisasi Bank Sampah
 
Mari lindungi bumi kita..........

Kamis, 14 Februari 2013

Masyarakat Kelas Bawah Butuh Berolah Raga


Meningkatnya industrialisasi dan bertambahnya urbanisasi di Indonesia disatu sisi meningkatkan pendapatan perkapita dan kesejahteraan masyarakat, tetapi hal ini dapat meningkatkan kecenderungan meningkatkan faktor risiko peningkatan lemak dan kalori tubuh sehingga berkibat peningkatan risiko terjadinya penyakit tidak menular termasuk penyakit yang berhubungan dengan proses degenerative. Kondisi ini semakin meningkat karena masih banyaknya kebiasaan merokok dan kebiasaan kurang gerak (olah raga).

Tidak bisa dipungkiri jika Indonesia belum terbebas dari beberapa penyakit infeksi baik yang bersifat endemik maupun pandemik, tetapi masalah lain juga mulai merebak diantaranya meningkatnya penyakit tidak menular seperti hypertensi, stroke, penyakit jantung, diabetes militus, rhematik, kanker dan lain sebagainya. Hal ini menjadikan beban ganda bagi negeri ini.

Terdapat 3 (tiga) strategi dalam pencegahan penyakit tidak menular, yang bila dilakukan dengan baik maka trend kajadian penyakit dapat dikurangi, strategi dimaksud adalah :
  1. Pencegahan primer
Strategi ini adalah strategi yang paling utama untuk dilakukan dimana pendekatan yang dilakukan dengan pendekatan kepada masyarakat (populasi) atau strategi kelompok dengan risiko tinggi dengan pendekatan individual
  1. Pencegahan sekunder
Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan kasus secara dini dan memberikan pengobatan yang tepat untuk mencegah dan mengurangi kecacatan. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan skrining atau penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan tepat guna.

  1. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan jika seseorang yang telah terkena suatu penyakit agar yang bersangkutan tetap dapat survive dengan kemampuan yang ada sehingga kualitas hidupnya menjadi lebih baik melalui kegiatan rehabilitasi dan dukungan positif.

Ketiga strategi ini sangat penting untuk dimengerti dan dipahami serta terus dikembangkan, memang tidak salah jika upaya pengobatan dan pemulihan terus dikembangkan tetapi jangan lupa upaya pencegahan juga harus lebih dikedepankan. Coba kita perhatikan pepatah “mencegah lebih baik dari pada mengobati”, ketika kita sudah jatuh sakit maka banyak kerugian yang akan didapatkan mulai dari berkurangnya kenyamanan fisik, hilangnya produktifitas, menurunnya penghasilan sampai bertambahnya cost yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengobatan.  
 
Salah satu cara yang murah dan efektif dalam mengurangi terjadinya penyakit dan meningkatkan kualitas kesehatan (pencegahan primer)  adalah dengan olah raga. Kegiatan ini bisa dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Dengan terbakarnya kalori akibat pergerakan tubuh membuat cadangan lemak yang berlebihan dapat bekurang sehingga risiko obesitas dapat menurun, disamping itu hormon-hormon akan meningkat fungsinya sehingga daya tahan tubuh akan terus bertambah, manfaat penting lainnya adalah meningkatkan jumlah oksigen yang ada dalam pembuluh darah sehingga suplai oksigen ke otak semakin lancar dan tercukupi hal ini dapat memperbaiki kerja otak. Tentunya ini hanya sekelumit contoh saja, masih banyak lagi manfaat lain yang dapat diperoleh jika kita disiplin berolah raga. 

Belakangan ini mulai marak kegiatan olah raga yang dikembangkan oleh masyarakat, mulai dari klub sepeda, jogging, senam kebugaran, aerobik dan lain sebagainya. Tren posistif ini nampaknya perlu didukung dan dikembangkan oleh berbagai pihak terutama pemerintah. Namun masalahnya adalah terjadinya ketimpangan antara kaum yang berduit dengan masyarakat dengan kemampuan sosial ekonomi rendah. Masyarakat kalangan menengah keatas tentunya sangat mudah untuk mendapatkan akses berolah raga. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan golongan masyarakat terpinggir dan miskin.

Beberapa kondisi ini bisa ditemui di pedesaan, perkampungan padat penduduk dan masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Padahal prevalensi penyakit baik menular maupun tidak menular sangat tinggi pada kondisi masyarakat seperti ini. Agak sulit memang mengubah mind set mereka agar selalu sadar dalam menjaga kesehatannya, tetapi jika didiamkan saja dan tidak dilakukan intervensi  apapun maka akan semakin nyata ketimpangan antarstatus sosial ini. Pembangunan kesehatan harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat secara utuh, tidak hanya terkotak-kotak pada golongan tertentu saja. 

Kondisi masyarakat seperti ini sangat butuh arahan, dampingan dan perhatian secara rutin dan berkelanjutan agar mereka merasa dibutuhkan keberadaannya di negeri ini. Kencangkan jabat tangan kita dalam mebiasakan berolahraga untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat. Tanpa derajat kesehatan yang tinggi dari masyarakat golongan bawah, negeri makmur manapun tidak akan bisa mencapai status drajat kesehatan optimal seluruh masyarakatnya.