Latar
Belakang
Akhir-akhir ini beberapa wilayah
di Jawa Timur, muncul penyakit yang sudah lama hilang (tidak ditemukan/ tidak
dilaporkan) atau biasa di sebut sebagai reemerging
disease. Penyakit yang menjadi fenomena negatif tersebut adalah difteri.
Sebuah penyakit toksik akut dan sangat menular yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae. Tanda yang
umumnya ditemukan adalah munculnya pseudomembran asimetrik berwarna keabu-abuan
yang dikelilingi oleh daerah inflamasipada kulit dan/ atau mukosa dan pada
kasus berat muncul bullneck yaitu
adanya oedema dan membengkaknya pada leher.
Kejadian di Provinsi Jawa Timur
mulai meningkat pada tahun 2005 dan terus meningkat tiap tahunnya. Sejak tahun
1990an kasus ini masih ditemukan di Jawa Timur, tetapi dapat dipotong di tahun
1995 dengan tidak ada kejadian sama sekali. Setelah periode tersebut ditemukan
dengan jumlah yang tidak terlalu signifikan peningkatannya. Pada tahun 2005
kenaikan mulai tinggi yaitu terdapat 52 kasus dengan 16 kematian, kondisi ini
terus memburuk dengan adanya kenaikan kasus dan kematian setiap tahunnya, bahkan
pada tahun 2012 dari 955 kasus difteri, terdapat kematian sebanyak 37 orang. Kelompok
umur penderita sangat beragam, pada awalnya masih ditemukan kasus pada umur
dibawah 15 tahun. Namun pada periode tahun 2013 kasus yang ditemukan pada umur
diatas 15 tahun meningkat, hal ini dimungkinkan Karena sasaran imunisasi yang
menjadi kebijakan Provinsi Jawa Timur adalah usia sampai 15 tahun saja sehingga
kelompk umur diatas 15 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi mudah tertular.
Penularannya dengan cara droplet (percikan kuman melalui udara),
kemudian kuman masuk melalui hidung atau mulut. Kuman akan menetap pada
permukaan saluran napas, terkadang pada mukosa mata dan genital. Setelah masa
tunas 2-4 hari strain lysogenized
menghasilkan toxin (racun). Gejala
yang muncul oleh karena kuman ini adalah muncul demam yang tidak terlalu tinggi
(± 38⁰ C), nyeri untuk menelan, tenggorokan sakit, membesarnya/ melunaknya
kelenjar limfe dan pada akhirnya terjadi penyumbatan jalan nafas. Masa penularan
sangat beragam, tetapi tetap menular walaupun bakteri pada lesi sudah hilang
sampai ± 2 minggu. Bahkan orang yang mengidap tetapi tidak sakit (carrier cronis) dapat menularkan
penyakit sampai 6 bulan.
Penyakit ini sangat berbahaya
karena dapat menimbulkan komplikasi yang sangat beragam diantaranya sumbatan
jalan nafas, myocarditis (radang otot
jantung), paralysa nerva cranialis
(kelumpuhan syaraf pusat), akut kidney
injury (perlukaan ginjal yang akut),
paralisa nerve perifer (kelumpuhan syaraf tepi) bahkan sampai endokarditis, arthtritis, osteomyelitis.
Untuk menegakkan diagnose difteri
ini ada beberapa batasan yang perlu diperhatikan yaitu kasus probable (kasus
dengan gejala dan tanda difteri) dilakukan pemeriksaan usap hidung, tenggorok,
ulcus kulit, jaringan, conjunctiva, telinga atau vagina dengan hasil positif corynebacterium diphteriae yang toxygenic, atau serum antitoxin meningkat
empat kali lipat atau lebih (yang diperoleh dari pemeriksaan sampel sebelum
pemberian toxoid difteri atau antitoxin).
Penanganan
dan Pencegahan
Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah secepatnya
dilakukan tindakan penanggulangan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
pada semua kasus difteri baik suspek, probable maupun konfirm. Strategi yang
diharapkan untuk diterapkan adalah dilakukan penyelidikan epideiologi ketat
pada kejadian difteri, peningkatan kekuatan surveylans epidemiologi difteri,
dilakukannya pencegahan kematian akibat difteri melalui penemuan dan
penatalaksanaan kasus secara dini, kesiapan rumah sakit baik dari sarana,
prasarana, peralatan, ketrampilan dan pengetahuan sumber daya manusia,
penguatan sistem rujukan, penghentian transmisi dengan cara pemberian prophilaxis terhadap kontak dan
pemberian imunisasi pada kelompok berisiko, pemeriksaan dan memeriksakan specimen
usap hidung, tenggorok, penderita serta orang yang kontak erat dengan
penderita. Sejak Jawa Timur ditetapkan mengalami wabah difteri pada akhir 2012,
maka diadakan tindakan pencegahan dengan program Sub Pekan imunisasi Nasional
(Sub PIN) pada tahun 2013, dan akan dilakukan dalam tiga kali Sub PIN.
Penting diperhatikan bahwa pencegahan lebih baik dari pada
mengobati, jadi kita harus selalu waspada dengan kemungkinan terjadinya
penularan. Tindakan kewaspadaan standar jauh lebih baik untuk dilakukan, yaitu
isolasi kasus difteri, pemakaian alat pelindung diri (masker, sarung tangan dan
alat pelindung diri lainnya), menjaga kebersihan lingkungan, melakukan cuci
tangan sebelum dan setelah kontak dengan barang, orang dan lingkungan. Sebenarnya
sudah sejak dahulu manusia telah diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui
hadistnya yang diriwayatkan oleh Al Hakim, ingatlah lima perkara sebelum dating
lima perkara sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang
sebelum sempit dan hidup sebelum mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar