Sabtu, 07 September 2013

STOP DIFTERI

Latar Belakang

Akhir-akhir ini beberapa wilayah di Jawa Timur, muncul penyakit yang sudah lama hilang (tidak ditemukan/ tidak dilaporkan) atau biasa di sebut sebagai reemerging disease. Penyakit yang menjadi fenomena negatif tersebut adalah difteri. Sebuah penyakit toksik akut dan sangat menular yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae. Tanda yang umumnya ditemukan adalah munculnya pseudomembran asimetrik berwarna keabu-abuan yang dikelilingi oleh daerah inflamasipada kulit dan/ atau mukosa dan pada kasus berat muncul bullneck yaitu adanya oedema dan membengkaknya pada leher.

Kejadian di Provinsi Jawa Timur mulai meningkat pada tahun 2005 dan terus meningkat tiap tahunnya. Sejak tahun 1990an kasus ini masih ditemukan di Jawa Timur, tetapi dapat dipotong di tahun 1995 dengan tidak ada kejadian sama sekali. Setelah periode tersebut ditemukan dengan jumlah yang tidak terlalu signifikan peningkatannya. Pada tahun 2005 kenaikan mulai tinggi yaitu terdapat 52 kasus dengan 16 kematian, kondisi ini terus memburuk dengan adanya kenaikan kasus dan kematian setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2012 dari 955 kasus difteri, terdapat kematian sebanyak 37 orang. Kelompok umur penderita sangat beragam, pada awalnya masih ditemukan kasus pada umur dibawah 15 tahun. Namun pada periode tahun 2013 kasus yang ditemukan pada umur diatas 15 tahun meningkat, hal ini dimungkinkan Karena sasaran imunisasi yang menjadi kebijakan Provinsi Jawa Timur adalah usia sampai 15 tahun saja sehingga kelompk umur diatas 15 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi mudah tertular.

Penularannya dengan cara droplet (percikan kuman melalui udara), kemudian kuman masuk melalui hidung atau mulut. Kuman akan menetap pada permukaan saluran napas, terkadang pada mukosa mata dan genital. Setelah masa tunas 2-4 hari strain lysogenized menghasilkan toxin (racun). Gejala yang muncul oleh karena kuman ini adalah muncul demam yang tidak terlalu tinggi (± 38⁰ C), nyeri untuk menelan, tenggorokan sakit, membesarnya/ melunaknya kelenjar limfe dan pada akhirnya terjadi penyumbatan jalan nafas. Masa penularan sangat beragam, tetapi tetap menular walaupun bakteri pada lesi sudah hilang sampai ± 2 minggu. Bahkan orang yang mengidap tetapi tidak sakit (carrier cronis) dapat menularkan penyakit sampai 6 bulan.
Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yang sangat beragam diantaranya sumbatan jalan nafas, myocarditis (radang otot jantung), paralysa nerva cranialis (kelumpuhan syaraf pusat), akut kidney injury (perlukaan ginjal yang akut), paralisa nerve perifer (kelumpuhan syaraf tepi) bahkan sampai endokarditis, arthtritis, osteomyelitis.

Untuk menegakkan diagnose difteri ini ada beberapa batasan yang perlu diperhatikan yaitu kasus probable (kasus dengan gejala dan tanda difteri) dilakukan pemeriksaan usap hidung, tenggorok, ulcus kulit, jaringan, conjunctiva, telinga atau vagina dengan hasil positif corynebacterium diphteriae yang toxygenic, atau serum antitoxin meningkat empat kali lipat atau lebih (yang diperoleh dari pemeriksaan sampel sebelum pemberian toxoid difteri atau antitoxin). 

Penanganan dan Pencegahan

Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah secepatnya dilakukan tindakan penanggulangan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada semua kasus difteri baik suspek, probable maupun konfirm. Strategi yang diharapkan untuk diterapkan adalah dilakukan penyelidikan epideiologi ketat pada kejadian difteri, peningkatan kekuatan surveylans epidemiologi difteri, dilakukannya pencegahan kematian akibat difteri melalui penemuan dan penatalaksanaan kasus secara dini, kesiapan rumah sakit baik dari sarana, prasarana, peralatan, ketrampilan dan pengetahuan sumber daya manusia, penguatan sistem rujukan, penghentian transmisi dengan cara pemberian prophilaxis terhadap kontak dan pemberian imunisasi pada kelompok berisiko, pemeriksaan dan memeriksakan specimen usap hidung, tenggorok, penderita serta orang yang kontak erat dengan penderita. Sejak Jawa Timur ditetapkan mengalami wabah difteri pada akhir 2012, maka diadakan tindakan pencegahan dengan program Sub Pekan imunisasi Nasional (Sub PIN) pada tahun 2013, dan akan dilakukan dalam tiga kali Sub PIN.

Penting diperhatikan bahwa pencegahan lebih baik dari pada mengobati, jadi kita harus selalu waspada dengan kemungkinan terjadinya penularan. Tindakan kewaspadaan standar jauh lebih baik untuk dilakukan, yaitu isolasi kasus difteri, pemakaian alat pelindung diri (masker, sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya), menjaga kebersihan lingkungan, melakukan cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan barang, orang dan lingkungan. Sebenarnya sudah sejak dahulu manusia telah diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui hadistnya yang diriwayatkan oleh Al Hakim, ingatlah lima perkara sebelum dating lima perkara sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit dan hidup sebelum mati.




Tidak ada komentar: