Jumat, 30 Agustus 2013

RESISTENSI ANTIMIKROBA

Kematian akibat infeksi saluran napas akut, diare, AIDS, malaria dan tuberculosis mencapai lebih dari 85% kematian yang terjadi di seluruh dunia. Resistensi beberapa kuman pathogen terhadap obat golongan lini pertama berkisar antara nol sampai 100%. Hal sama terjadi pada golongan lini kedua dan ketiga yang sudah mulai menunjukkan peningkatan kejadian resistensi. Hal ini menyebabkan beban global yang signifikan dari hospital-acquired infections, mulai munculnya resistensi antiviral, meningkatnya kelalaian penggunaan obat pada beberapa penyakit yang disebabkan oleh parasit.

Sebenarnya resistensi bukanlah hal baru, tetapi saat ini mulai menjadi masalah yang serius di dunia ilmu pengetahuan karena dapat mempengaruhi hasil pengobatan. Semenjak ditemukannya atimokroba pada tahun 1950an, sampai tahun 1980an antimikroba masih dipercaya dapat membunuh kuman pathogen. Namun masalah yang terjadi akhir-akhir ini adalah semakin bertambahnya jenis antimikroba tetapi tidak disertai dengan kesadaran dan penanganan yang serius terjadinya resistensi kuman patogen terhadap antimikroba tersebut.

Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kejadian resistensi ini adalah tidak efektifnya program pengobatan yang berdampak pada kualitas hidup seseorang, selain itu akan berakibat membengkaknya biaya yang harus dekuarkan untuk pengobatan, dampak lebih lanjut akan terjadi gangguan terhadap stabilitas dan keamanan global.  


Kondisi yang terjadi saat ini adalah penggunaan yang berlebihan dari beberapa jenis antimikroba untuk mengobati infeksi kecil atau ketidaktepatan penggunaan antimikroba dalam pengobatan yang menyebabkan pengeluaran finansial yang berlebih sampai tahap penyembuhan. Sejatinya resistensi ini berdampak munculnya isu social, ekonomi bahkan anggapan negative terhadap pelayanan rumah sakit. Sudah saatnya pembuat regulasi kesehatan, pekerja kesehatan (dokter, apoteker, perawat), pabrik obat dan masyarakat sebagai pengguna sadar dan menata kembali penggunaan antimikroba ditinjau dari perspektife kesehatan.

Strategi global WHO terkait tantangan resistensi antimikroba adalah menyediakan intervensi kerangka kerja untuk memperlambat dan menurunkan penyebaran resistensi antimokroba adalah : mengurangi beban penyakit dan penyebaran infeksi, meningkatkan akses ketepatan antimikroba, meningkatkan penggunan antimikroba, penguatan sistem kesehatan dan kemampuan surveylans, percepatan regulasi dan legislasi, menganjurkan pengembangan ketepatan obat dan vaksin baru.

(Diambil dari beberapa sumber terutama WHO Global Strategy for Containment of Antimicroba Resistance)

Jumat, 23 Agustus 2013

Kesehatan Kerja Informal

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia berupaya untuk mengikuti arus globalisasi dunia agar dapat menjadi bangsa yang lebih maju. Konsekwensi yang didapat salah satunya adalah masyarakatnya berupaya lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga kelangsungan hidupnya dapat terjaga. Untuk mencukupi kebutuhan hidup ini maka masyarakat dituntut untuk melakukan aktifitas agar mendapatkan upah atau imbalan. Aktifitas inilah yang dinamakan aktifitas bekerja.

Orang yang bekerja kemudian disebut sebagai pekerja. Pada umumnya pekerja dibagi bagi menjadi dua yaitu sektor informal  dan formal. Masyarakat yang bekerja sendiri, berusaha sendiri dibantu buruh tidak tetap 9buruh tidak berbayar), pekerja bebas dan pekerja keluarga yang tak berbayar adalah pekerja sektor informal. Biasanya pekerja informal bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisik. Di Indonesia biasanya mereka yang berkecimpung pada bidang pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, tenaga produksi, pedagang, penarik becak, kuli angkut dan pekerja kasar lainnya bahkan sampai pengamen dan anak jalanan. Sedangkan masyarakat yang bekerja di perkantoran dan pengusaha dengan buruh tetap atau karyawan kemudian dinamakan sebagai pekerja formal.

Untuk memudahkan cara membedakan pekerja formal dan informal, menurut ILO (2002) terdapat beberapa ciri khusus pekerja sektor informal yaitu bekerja pada diri sendiri, unit usaha berskala kecil, pekerja bekerja secara intensif dengan alat seadanya, menggunakan bahan murah atau bahan-bahan yang telah menjadi sampah,kualitas pekerjaan sering terstandar rendah , jam dan gaji tidak teratur,harga sangat jarang harga pas atau berlaku tawar menawar, pekerjaan sering dilakukan di rumah dan di jalan, jarang mendapat bantuan dari pemerintah, sering tidak berbadan hukum, banyak pekerja berjenis kelamin perempuan dan anak-anak. Sedang distribusi pekerjaan di jalan-jalan maupun kios-kios kecil, transportasi local, industri berskala kecil seperti kayu, logam, tekstil, kerajinan, pekerjaan jasa, penjual makanan, pakaian dan buah-buahan.

Jika di negara maju perbandingan pekerja formal lebih tinggi dibandingkan dengan sektor informal, lain hal nya dengan Indonesia yang pekerja informalnya jauh diatas sektor formal. Menurut Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada tahun 2008 pekerja perempuan di sektor formal adalah 34.08% sedangkan sektor informal 65.92%, pekerja laki-laki disektor formal sebanyak 26.46% dan informal 73.54%. Dengan perbandingan yang tidak jauh berubah dari tahun 2008 menurut Badan Pengelola Statistik (BPS) jumlah masyarakat yang bekerja tahun 2011 adalah 111,3 juta orang, jumlah ini meningkat 3,9 juta dibandingkan dengan Februari 2010.

Urusan kesehatan, pencegahan kecelakaan dan penyakit di sektor formal sudah lebih terkoordinasi dengan baik, adanya program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan dan perkantoran pemerintah serta dijaminnya pelayanan kesehatan oleh beberapa asuransi membuat sektor formal lebih terjamin kesehatannya disbanding sektor informal. Tetapi sektor informal masih butuh pengelolaan masalah kesehatan oleh pihak-pihak berwenang. Saat ini pihak yang yang seharusnya memperhatikan sektor ini masih enggan untuk menjamah, seandainya ada beberapa bidang pemerintahan yang sudah berupaya untuk mengelola namun hasilnya masih minimal dirasakan oleh masyarakat luas.

Negara sudah mengamanatkan melalui UUD 1945 Psal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini diperinci oleh Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan Bab XII Kesehatan Kerja pasal 164 ayat (2) menyebutkan bahwa Upaya Kesehatan Kerja meliputi pekerja sektor formal dan informal.

Terlepas dari siapa yang lebih bertanggung jawab untuk memikul tugas ini, ada  beberapa faktor yang membuat optimistis beberapa pihak. Sudah dibentuknya regulasi dibidang kesehatan kerja, semakin tersebar nya jaringan pelayanan kesehatan, munculnya beberapa sumber dana sebagai dukungan kegiatan dan mulainya pembinaan yang terstruktur dan berjenjang. Beberapa uapa juga dapat dilaksanakan karena adanya peluang antara lain adanya dukungan dari pemerintah dan swasta, banyaknya lintas sektor yang terlibat dan dukungan kredit usaha mikro.

Namun demikian masih terdapat kelemahan yang muncul, yaitu lemahnya sosialisasi dan advokasi, terbatasnya sumber daya manusia yang sanggup bertindak sebagai volunteer upaya kesehatan pekerja informal, dan tentunya alas an klasik yang sering menjadi hambatan negeri ini yaitu kurangnya dana untuk operasional.

Jika semua masyarakat terus berpangku tangan menunggu keajaiban dating, maka kesehatan pekerja informal tentunya tidak akan tercapai. Pemerintah sebagai pemegang otoritas dan penanggung jawab utama hendaknya sudah membuat kebijakan terkait pengaturan pelayanan kesehatan sektor informal, kerja sama dan saling bahu-membahu lintas sektor menuju tercapainya kesehatan sektor informal yang optimal, Mulai dari Kementerian Dalam Negeri, Keuangan, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Koperasi dan UKM, Perindustrian, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, ESDM, Sosial, Perhubungan sampai Bappenas harus duduk bersama untuk membicarakan jalan terbaik mengelola kesehatan masyarakat yang berada di sektor informal. Tidak akan mungkin berhasil dengan baik jika kelembagaan dan kementerian berjalan dengan arah yang berbeda-beda. Selanjutnya pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota juga harus bertindak melaksanakan tugas dekonsentrasi serta menyaipakan regulasi pelaksanaannya.

Sebagai teknik pelaksanaanya kelompok kerja informal harus dilakukan identifikasi di suatu wilayah , pemetaan , pembentukan wadah dan tentunya pengembangan upaya pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan yang konsisten, persisten dan kontinyu.


(Diambil dari berbagai sumber)

Sabtu, 10 Agustus 2013

DIET BIJAK MENJELANG DAN PASCA HARI FITRI

Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim yang saat ini sedang menjalani kewajiban menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan. Perlu pengaturan makanan agar selama menjalankan ibadah tetap sehat dan mendapat kesehatan yang optimal setelah prosesi ibadah selesai. Apabila pengelolaan diet selama dan sesudah Ramadhan dilakukan dengan sembarangan maka bukan kesehatan yang didapat tetapi justru penyakit yang akan diderita. Selama satu buln umat muslim salng berlomba untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya, karena Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuk berkah dan ampunan. Selama 24 jam dalam satu hari kegiatan yang mebutuhkan aktifitas fisik dan mental terus dijalani.

Dalam menunjang kegiatan tersebut diperlukan kondisi fisik dan psikis yang baik. Agar seluruh ibadah berjalan dengan sempurna dan kondisi fisik serta psikis yang optimal dapat diperoleh seperti maksud dari seluruh ibadah di Bulan Ramadhan, maka diperlukan manajemen pola hisup yang benar, termasuk pengaturan pola diet. Selama sebelas bulan dalam satu tahun kaum muslim dibiasakan untuk makan dan minum pada siang hari, berbeda dengan satu bulan khusus ini, karena dalam bulan ini kaum muslim melakukan aktifitas makan dan minum pada malam hari. Disinilah perlunya kepintaran dalam mengatur jenis, waktu dan komposisi makanan yang di konsumsi.

Sebenanya tidak ada perlakuan khusus dalam pengaturan diet bagi mereka yang sudah terbiasa menjalankan pola diet dengan benar. Hanya mengubah waktu makan yang biasanya dilakukan pada siang hari di ubah menjadi malam hari, namun demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
  1. Komposisi makanan yang dikonsumsi seimbang antara karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan zat gizi lainnya
  2. Ketercukupan serat dalam makanan sangat penting untuk membantu peristaltik usus dalam melakukan gerakan pasasi menuju rectum agar terhindar dari kondisi konstipasi atau sembelit
  3. Asupan cairan yang cukup untuk menunjang kera ginjal dan saluran kemih serta menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan menghindari dehydrasi. Perlu juga diingat untuk menghindari minuman yang bersoda pada saat sahur dan buka
  4. Diupayakan untuk selalu melengkapi menu makan besar dengan buah-buahan segar
  5. Waktu makan yang direkomendasikan adalah dua sampai tiga kali (berbuka, sehabis tarawih dan saat sahur)dengan porsi cukup diselingi dengan senack atau makanan ringan
  6. Menghindari makanan yang mengandung pengawet bukan untuk makanan, tinggi minyak dan beberapa makanan yang menyebabkan rasa haus di siang hari
  7. Pada kondisi tertentu, seperti adanya penyakit diabetes militus, gastritis atau penyakit saluran pencernaan lainnya, penyakit ginjal dan saluran kemih maka pengaturan diet selama Ramadhan disesuaikan dengan anjuran petugas kesehatan

1    Setelah tubuh terbiasa mengonsumsi makanan di malam hari, tepat stu bulan kebiasaan tersebut harus diubah menjadi siang hari kembali. Apabila pengaturan tidak tepat juga akan berdampak kurang baik bagi tubuh. Bebrapa kondisi yang biasanya terjadi adalah diare, sembelit, mual, muntah atau munculnya penyakit serius lainnya seperti hypertensi, hyperlidemia, stroke, diabetes militus, heart attack an lain-lain.

Lebaran (Idul Fitri) identik dengan berbagai makanan yang “enak”, seperti daging, santan, telor dan semua makanan berbahan dasar telor, gula dan makanan manis, coklat, serta makanan mewah lainnya. Mengonsumsi makanan tersebut secara berlebihan tanpa adanya “aturan main” sangat berpotensi mendatangkan beberapa penyakit serius. Banyak mayarakat kurang menyadari akan arti hakekat puasa sehingga setelah selesai puasa seakan terlepas dari penjara dan mengonsumsi segala makanan dalam jumlah dan waktu yang berlebihan. Akibatnya beberapa penyakit akan mudah hinggap, mulai dari penyakit ringan seperti gastritis dengan mual muntah sampai penyakit berat seperti diabetes militus, hypertensi, hyperlidemia, stroke, diabetes militus, heart attack an lain-lain. Hal ini dibuktikan jumlah Penderita penyakit diatas di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya meningkat tajam.

Moment sakral  ini tetap dapat dijalani dengan sempurna dan khusyuk dengan tetap mengatur pola makan yang benar. Komposisi makanan harus tetap seimbang, cukup sayuran dan buah. Membatasi konsumsi daging, makanan manis dan asin agar tidak berlebihan. Menambah konsumsi cairan pada saat melakukan aktifitas fisik yang tinggi. Hal-hal tersebut adalah beberapa cara bijak dalam menjaga kesehatan tubuh selama lebaran.


Sekarang anda tinggal memilih, tetap melanjutkan pengaturan diet yang sudah dijalankan selama Bulan Ramadhan atau mengubah pola makan dengan mengonsumsi semua makanan tanpa adanya “pengaturan” yang benar. Ingat… kesehatan ada ditangan anda sendiri.

WASPADA WABAH PASCAMUDIK

Mudik sepertinya sudah merupakan kewajiban bagi masyarakat di tanah air. Menjelang berakhirnya Bulan Ramadhan, belakangan budaya ini tumbuh semakin menjamur. Bisanya masyarakat yang tinggal di perkotaan berbondong-bondong untuk melakukan perjalan, baik perjalanan jauh maupun dekat menuju beberapa daerah di Indonesia.
                Banyaknya masyarakat yang berpindah tempat tersebut akan memengaruhi kebiasaan hidup terhadap masyarakat yang didatangi. Dampak yang mengalami perubahan antara lain meningkatnya jumlah transaksi ekonomi yang terjadi di kota-kota kecil menyebabkan peredaran uang di wilayah tersebut tinggi, sehingga menambah pendapatan masyarakat setempat.
                Pengaruh lain  yang timbul akibat peristiwa besar ini adalah adanya beberapa perpindahan pengetahuan kesehatan, teknologi dan pengetahuan modern lainnya dari masyarakat kota besar, sehingga masyarakat setempat mendapat pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah didapat. Bahkan kemungkinan informasi-informasi baru yang sulit diadapat masyarakat di daerah dapat dengan mudah diperoleh dari kaum urban dari kota.
                Namun demikian perlu kewaspadaan yang tinggi akan pengaruh negatif yang sering timbul. Beberapa pengaruh negatif ini justru lebih mudah diadopsi oleh masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan kebanyakan kaum urban yang datang dari kota dianggap sebagai golongan yang mempunyai pengetahuan modern dan mempunyai tingkat ekonomi sosial yang lebih tinggi, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat setempat juga tinggi. Keadaan ini membutuhkan perhatian khusus dari beberapa pihak dan memerlukan kewaspadaan dini  dari masyarakat untuk menangkalnya.
                Kewaspadaan tingkat tinggi yang pertama-tama harus dilakukan adalah pengaruh informasi keliru tentang narkotika dan zat adiktif lainnya  termasuk kebiasaan terhadap penggunaan obat-obatan terlarang. Obat terlarang yang biasanya digunakan oleh “pengguna” di kota besar dapat diperoleh dengan mudah dari kaum urban yang datang dari kota ke daerah. Sekali seseorang mencoba menggunakan obat ilegal ini pengaruhnya akan dirasakan sepanjang hidupnya yang berakibat menurunkan kualitas hidup penggunanya.
               
                   Berikutnya adalah pola hidup tidak sehat yang dilakukan selama hidup di kota kemudian dibawa ke kampung halamannya. Tidak semua kebiasan di kota perlu dicontoh dan ditiru. Kehidupan di kota besar sangat sulit, karena tingginya sifat individualis masyarakatnya, banyaknya perkampungan kumuh, banyakya pengaruh kaum urban dari daerah dan kebiasaan yang berbeda  dan mudahnya akses informasi negatif yang didapat sehingga masyarakat seperti ini cenderung untuk bertindak sembrono dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan membuang sampah bukan pada tempatnya, merokok, minum minuman yang mengandung alkohol, begadang sampai malam, serta mengonsumsi makanan yang tidak sehat merupakan beberapa contoh kebiasaan yang harus dihindari.
                Beberapa penyakit menular yang diderita juga akan dibawa serta bersama tubuh mereka. Penyakit yang biasa dibawa diantaranya adalah Tuberculosis, HIV/AIDS, hepatitis, diare dan lain-lain. Penyakit tersebut didapat oleh karena kebiasaan “sembrono” tadi, sehingga kuman mudah masuk kedalam tubuh dan menginfeksi organ  tubuh.
Penyakit tersebut sangat mudah menular dari orang ke orang, tetapi dapat dicegah penularannya dengan tata cara yang benar yaitu dengan kewaspadaan dini. HIV/AIDS dicegah dengan selalu melakukan hubungan seksual dengan pasangan saja, penularan tuberculosis di cegah dengan kebiasaan memakai masker bagi penderita dan orang-orang didekatnya, diare dan hepatitis di dicegah dengan kebiasaan hidup bersih dan tentunya mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.
                Kaum urban yang mudik perlu kita sambut untuk memriahkan momentum sakral tahunan ini, bukan untuk dihindari dan dipinggirkan. Namun perlu penyambutan dengan penuh etika dan kesadaran diri dengan menggunakan kearifan lokal untuk menangkal pengaruh negatif yang dapat menimbulkan potensi wabah bagi kelangsungan hidup setelah prosesi mudik selesai.

                Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H mohon maaf lahir dan batin