Jumat, 05 September 2014

GERAKAN PEKERJA PEREMPUAN SEHAT PRODUKTIF (GP2SP)

Istilah ini masih agak asing di telinga masyarakat di Indonesia saat ini, padahal jika diruntut ke belakang gerakan ini sudah ada sejak tahun 2007. Pada saat itu gerakan ini lebih merupakan upaya yang berkesinambungan baik dari pemerintah, masyarakat maupun pengusaha dalam meningkatkan kesehatan pekerja. Seiring berjalannya waktu gerakan tersebut semakin menghilang. Mengingat semakin meningkatnya pekerja wanita di Indonesia, maka pada tahu 2013 pemerintah mulai merevitalisasi gerakan ini melalui kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Dalam Negeri RI, Kementerian Tenaga Kerja dan transmigrasi RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlundungan Anak RI, Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia, Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.

Secara umum tujuannya adalah meningkatkan status kesehatan dan gizi pekerja perempuan untuk mencapi produktivitas kerja yang maksimal, dengan sasaran langsung kegitan pada seluruh pekerja perempuan dan pengusaha/ pengelola/ pengurus perusahaan/ tempat kerja. Gerakan ini juga diharapkan dapat diikuti oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/ kota, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), serikat pekerja/ serikat buruh, pihak asuransi dan stakeholder terkait.

Gerakan ini semakin dipandang perlu karena saat ini pekerja perempuan sudah bekerja di semua sektor. Pekerja perempuan mempunyai peran ganda, selain menjadi pekerja juga melakukan tanggungjawabnya pada pekerjaan rumah tangga, disamping itu perempuan juga menyandang tugas berat dalam mencetak dan mendidik generasi penerus bangsa. Sesuai kodratnya bahwa perempuan mengalami siklus haid, hamil, melahirkan dan menyusui, hal ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik.

Program GP2SP diarahkan pada pemenuhan kecukupan gizi pekerja perempuan, pemeriksaan kesehatan pekerja perempuan, pelayanan kesehatan reproduksi pekerja perempuan dan peningkatan pemberian ASI selama melakukan pekerjaan di tempat kerja. Kegiatan tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi, agar peksanaannya dapat terarah dan terkoordinasi.


Pembinaan dan pemberian pelayanan yang baik kepada pekerja sangat bergantung pada kemauan dan kesungguhan pemerintah, pengusaha dan masyarakat itu sendiri. Health is not everything but without health everything is nothing, sepertinya patut dikedepankan agar semua pihak menyadari akan pentingnya program ini.

Sabtu, 15 Maret 2014

OLEH-OLEH DARI PACITAN "PANTAI KLAYAR"

Hari itu sungguh melelahkan bagiku, betapa tidak bertumpuk-tumbuk pekerjaan mengantri di meja kantorku. Kucoba menyelesaikan lembar demi lembar, hingga deru nafasku bertambah cepat bak seorang sprinter berlomba dengan lawan-lawannya. Akhirnya jemariku menyelesaikan lembar terakhir kertas kuning tumpukan paling bawah, kemudian kututup pula laptop hitam merk terkenal didepanku. Nyerinya ujung-ujung jari dan pedihnya mata terbayar sudah dengan terselesaikannya pekerjan hari ini. Rasa puas seolah sudah melakukan pekerjaan dengan paling sempurna, padahal jika ada orang yang sanggup meneliti rangkaian kata-kata yang telah aku buat, pasti akan mendapatkan berbagai kalimat yang terkesan lucu dan tidak pas. Biarlah apapun hasilnya, yang penting aku sudah melaksanakan tanggung jawabku terhadap kantor.

Sambil memijit ruas-ruas jari tangan, kucoba melakukan rutinitas untuk menguap. Memang tidaklah karena aku mengantuk namun entah mengapa kebiasaan itu serasa membuat rasa penat ikut terbang bebas ke luar tubuh. Saat berikutnya kursi kantor yang setia menopang berat tubuhku sehari-hari kuputar. Suara gemericit kursi tak membuat membuat teman-teman beranjak. Kulangkahkan kaki menuju balkon untuk sekedar mengintip suasana diluar kantor. Awan hitam berkejar-kejaran berlomba membendung sinar matahari yang sudah mencapai ketuaannya. Rasa khawatir menyelimuti jiwaku, saat teringat rencanaku dan dua rekanku berkunjung di kota di ujung barat Jawa Timur, Pacitan.

Tak berapa lama petir unjuk gigi bersama kilat yang menyambar berulang kali. Angin menderu-deru mengerikan, seolah tak mau ketinggalan mengepung Kota Surabaya. Semakin gelap sore itu, padahal jam masih menunjukkan 15.30 WIB. Hujan yang turun mulai menggila, menambah khawatir penduduk kota nan bersih ini. Aku mencoba berdoa dan berharap Tuhan memberikan belas kasihan Nya dengan menghentikan badai ini, minimal mengurangi dahsyatnya hujan dan petir pikirku. Namun apalah daya doa orang yang penuh dosa ini. Seolah tetap menikmati santapannya, petir menggelegar, hujan semakin tajam menghujam bumi hingga genangan air mulai memenuhi jalan-jalan di Surabaya.

Tak ada pilihan lain, akhirnya aku dan dua temenku memutuskan untuk tetap berangkat menggunakan mobil minibus yang sengaja kami sewa sehari sebelumnya. Walaupun air yang menggenang semakin tinggi, mobil yang kami tumpangi melaju dengan kencang. Kami sempat berfikir, jika sekarang berangkat maka jalanan yang biasanya penuh sesak bisa kosong karena banyak orang yang lebih senang berteduh untuk berlindung dari angin yang menari-tari mengibas-kibas dengan sombongnya dan congkaknya air yang tak henti-henti menerjang bumi. Ternyata pikiran kami seratus persen keliru. Selepas meninggalkan Kota Surabaya laju mobil perlahan-lahan tersendat oleh padatnya antrian mobil yang mengular sepanjang jalan. Di kanan dan kiri jalan dipenuhi oleh pepohonan yang tak kuasa menerima hempasan angin dan hujan. Rasa takut semakin menjalar memenuhi sekujur badan kami. Semoga tidak terjadi hal-hal yang sangat tidak kami inginkan, dan kami selamat sampai kami kembali di kota tercinta ini. Mulut kami tak henti-hentinya memohon dan menghiba kepada Tuhan.

Tiga jam sudah kami menunggu giliran untuk melintas jalanan padat ini, tepat diujung belokan kami lihat seonggok kayu dan dahan yang menghalangi separo jalan, hingga menghalangi laju mobil untuk melintas. Bak polisi sombong yang mengharuskan mobil-mobil berjalan dengan sabar dan pelan. Tanpa deru klakson yang biasanya memekakkan telinga saat menelusuri jalanan di Kota Surabaya, akhirnya kami terbebas dari cengkeraman macetnya jalanan. Sudah hal yang biasanya jika Pak Agung selalu menancapkan pedal gas untuk menebus waktu kami yang telah hilang akibat jalanan macet. Pak agung adalah pemilik persewaan mobil langganan kami yang sekaligus menjadi sopir.

Setelah mampir sebentar di mini market pinggir jalan untu membeli sedikit perbekalan selama di perjalanan., kami melanjutkan perjalanan. Rasa kantuk mulai menggelitiki mata-mata kami, rasa lelah emakin menambah keinginan untuk segera terlelap. Kami memosisikan tubuh kami sekenanya, kadang miring, kadang kepala kami sandarkan kesamping bahkan kadang kaki-kaki kami angkat di atas jok. Betapapun kami menahan kantuk, akhirnya tak kuasa juga untuk menahannya. Akhirnya kami bertiga dikuasai oleh mimpi-mimpi kami, sampai pada suatu saat mobil mendadak berhenti. Kubuka mata yang sudah mulai ditumbuhi kotoran-kotoran di sudut kelopak. Setelah membersihkan mata ala kadarnya, aku keluar mobil. Seperti pesan kami saat kami berangkat, mampir di pecel Bu Endang Madiun untuk makan malam. Warung kaki lima di pinggir jalan itu ramai dipenuhi pembeli. Kagum aku dibuat oleh ramahnya dua orang ibu yang masih cekatan melayani kami. memang warung-warung pecel di Kota Madiun sengaja buka malam untuk melayani pelanggan setianya yang ingin memanjakan lidah pada malam hari.

Saat perut-perut kami tidak lagi menangis, dan sudah mau untuk diajak kompromi, kami melanjutkan perjalanan kami. jika sesuai hitungan maka kami akan sampai di Pacitan pada pukul 03.00 WIB dini hari, karena saat ini jarum pendek dan panjang jam tangan kesayanganku menunjukan angka 12.00. Perut kenyang membuat kami semakin cepat untuk menuju ke alam mimpi. Serasa baru beberapa menit kami memejamkan mata, tiba-tiba tubuh-tubuh kami terasa terbanting ke depan karena pedal rem mobil di injak oleh Pak Agung. Kami bertiga sempat bingung ketika kami membuka mata, takut terjadi apa-apa dengan mobil kami. Ternyata kami sudah sampai didepan hotel yang kami pesan dua hari yang lalu.

Aku sempat bersyukur karena tertidur pulas saat melewati kelak-kelok jalan menjelang Kota Pacitan. Kelak-kelok jalan ini sangat terkenal dengan kelokan mabok, tidak sedikit orang yang lewat jalan ini mabok darat dibuatnya. Pernah suatu ketika aku dibuat mual dan memuntahkan isi perut saat melewati jalan ini tahun lalu.

Lengketnya keringat disertai bau kurang sedap membuat kami ingin buru-buru masuk kamar dan membersihkan badan. Kamar yang kami pesan cukup mewah dan bagus untuk daerah Pacitan dan sekitarnya. Segera aku masuk kamar 117 yang cukup bersih dan melepaskan pakaian untuk membersihkan diri. Setelah merasa cukup bersih kurebahkan badan ke atas kasur empuk dengan cover bed warna putih, Kuluruskan kaki dan badanku, tidak sampai sepuluh menit aku telah terjerumus kembali kedalam dunia yang pasti akan membuat  fresh. Samar-samar di kejauhan terdengar seseorang mengetuk kamar, beberapa kali ketukan itu terdengar, namun sebanyak itu pula aku mengabaikannya. Beberapa saat kemudian terdengar suara yang sama, kali ini aku sudah tidak mungkin lagi menolak. Aku melompat dari tempat tidur dan membuka pintu, Ya Tuhan… ternyata pegawai hotel mengantarkan sarapan. Malu aku dibuatnya. Sambil mengucapkan permintaan maaf aku terima satu nampan teh hangat dan nasi rawon.

Aku bergegas untuk menunaikan kewajibanku kepada Sang Pemberi Hidup, setelah ambil air wudlu aku sholat dan menikmati hidangan dari hotel. Lumayan untuk mengisi perut yang sudah mulai marah-marah ingin dimanja oleh makanan. Selesai sarapan, kami beranjak melanjutkan menelusuri ujung barat provinsi paling timur di Pulau Jawa ini. Menikmati lorong-lorong jalan dan menghirup segarnya kota yang masih jauh dari polusi ini. Siang hari kami berangkat menuju Pantai Klayar, melewati jalanan searah dengan Kota Solo. Kira-kira dua kilo dari batas Kota Pacitan muncul dihadapan kami penunjuk arah warna hijau di pinggir jalan “belok kiri Pantai Klayar”. Gelak tawa memenuhi mobil, menemani sepanjang jalan.

Namun lama-lama jalan yang kami lewati semakin mengecil dengan aspal yang sudah rusak. Sempat kami hampir patah arang untuk menghentikan perjalanan, berkali-kali kami bertanya dengan orang yang kami temui. Sungguh jawaban aneh, yang kami dapati. Orang pertama yang kami Tanya menjawab jarak ke Pantai Klayar tinggal 10 kilo meter lagi. Namun setelah kami melewati tebing, tanjakan dan turunan tajam nyali kami ciut lagi untuk melanjutkan. Bapak tua yang kami jumpai berikutnya menyatakan jaraknya 15 kilo meter lagi. Berarti kami berjalan semakin menjauh dari Pantai Klayar. Niat kami untuk berbalik arah muncul kembali, namun satu dari temen kami punya usul lain, untuk tetap melanjutkan perjalanan karena sudah lebih dari setengah jarak yang kita tempuh.

Seteleh berpuluh orang yang kita Tanya dan berpuluh tanjakan dan turunan dengan tebing curam dikanan dan kiri kami, akhirnya sampailah kami di persimpangan jalan dengan tulisan “Pantai Klayar ke kiri 2 km”. Kami bersorak seperti anak kecil yang diberi hadiah ulang tahun oleh orang tuanya. Tanpa komando Pak Agung berbelok ke kiri dan memacu mobilnya semakin cepat.

Tepat 2 kilo meter, kami melewati pintu masuk pantai. Setelah membayar Rp.3000,00 per orang kami masuk kembali ke dalam mobil. Belum sempat posisi duduk kami benahi, didepan sudah terlihat hamparan pantai dengan pemandangan nan indah. Subhaanallah, rasa lelah ini mendadak  hilang dan tergantikan dengan takjub akan karunia-Nya. Dari kejauhan terlihat birunya air, di pinggir berdiri dinding karang yang berdiri kokoh dengan ukiran unik yang menakjubkan, pohon nyiur menambah indahnya pantai ini. Belum sempat mobil parkir dengan sempurna, kami buru buru semburat keluar dari mobil untuk segera menikmati indahnya anugerah Tuhan ini. Tarian ombak yang menderu membuat suasana pantai ini semakin angkuh namun eksotik. Di satu sudut pantai berdiri dua karang terjang yang berdiri angkuh, sudut pantai yang lain menggambarkan pahatan  dinding karang oleh tempaan ombak hingga muncul lukisan yang tak bisa dihargai dengan uang. Pasir di sepanjang garis pantai yang putih membuat pengunjung tak segan untuk tidur diatasnya.  
Perilaku narsis kami yang selalu muncul tak ketinggalan eksis kembali. Secara bergantian kami merekam momen ini dengan kamera handphone masing-masing. Bak peragawan dan peragawati di catwalk, kami ber-pose dengan berbagai gaya. Senyum sumringah menghiasi bibir, baju lusuh, keringat mengucur deras sudah tidak terpikirkan lagi, yang penting gaya….


Puas sudah kami menikmati pesona pantai ini, akhirnya kami kembali ke Kota Surabaya dengan selamat. Terimakasih Tuhan, Kau telah anugrahkan umat Mu berbagai kenikmatan dunia. Inilah oleh-olah dari Pacitan.



Rabu, 26 Februari 2014

PERILAKU HIDUP SEHAT DAN BERSIH (PHBS) RUMAH TANGGA

Tahukan anda apakah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ?
adalah semua perilaku yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam hal kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan kesehatan di masyarakat.

Bagaimana cara ber-BHBS?

  1. Mintalah pertolongan  persalinan kepada tenaga kesehatan  di fasilitas kesehatan, agar ibu dan bayi selamat dan sehat.
  2. Berilah bayi air susu ibu (ASI) saja dari lahir sampai umur 6 bulan, agar bayi tumbuh sehat dan tidak mudah sakit.
  3. Timbanglah bayi dan Balita setiap bulan di Posyandu, untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya.
  4. Mari bergotong royong untuk menyediakan air bersih di lingkungan kita, supaya terhindar dari penyakit kulit, kecacingan dan muntaber.
  5. Biasakanlah buang air besar (BAB) di jamban yang sehat, agar terhindar dari muntaer di lingkungan kita
  6. Ayo, biasakan cuci tangan memakai sabun dengan air bersih dan mengalir, agar badan bersih dan tidak mudah terserang penyakit.
  7. Jadikan rumah bebas jentik nyamuk dengan menguras, mengubur, menutup dan menghindari gigitan nyamuk (3M Plus) dan lakukan secara serentak satu minggu sekali.
  8. Ayo makan buah dan sayur setiap hari, untuk menghindari penyakit stroke, tekanan darah tinggi, diabetes dan kanker.
  9. Lakukan aktifitas fisik minimal 30 menit setiap hari, agar terhindar dari penyakit jantung, stroke, tekanan arah tinggi, diabetes dan kanker.
  10. Jadikan rumah kita bebas asap rokok, agar keluarga kita terhindar dari bahaya 4000 racun rokok.
Mudah bukan? 
untuk itu mulailah dari diri kita sendiri. Mari kita songsong masa depan dengan perilaku sehat. Dunia indah akan menjadi lebih indah.




Senin, 24 Februari 2014

PERENCANAAN SURVEYLANS DI RUMAH SAKIT

Perlu kesadaran yang sangat tinggi bahwa kurangnya kualitas dan kwantitas pengendalian infeksi di rumah sakit sangat terkait dengan komitmen pimpinan rumah sakit serta memerlukan dukungan dari para klinisi di rumah sakit. Healthcare associated infections (HAIs) pada prinsipnya dapat dicegah, walaupun mungkin idak dapat tidak dapat dihilangkan sama sekali.
Sureveylans HAIs dapat berjalan dengan baik bila tujuan jelas dan telah dijabarkan dengan efisien dan efektif. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) berikut langkah-langkahnya perencanaan surveylans :
1.  Identifikasi masalah
     Identifikasi masalah penting untuk mengetahui kebutuhan dilaksanakannya surveylans. Masalah dapat       
     diketahui melalui :
a.       Temuan kasus secara aktif oleh IPCN dan IPCLN
b.      Laporan dari ruangan (termasuk KLB)
c.       Laporan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi
d.      Pertimbangan para ahli RS bersangkutan
      2.  Penetapan prioritas
     Prioritas ditetapkan melalui besaran masalah tas dasar :
a.       Angka kejadian infeksi (peningkatan dari angka dasar)
b.      Potensi terjadi infeksi :
-          Karakteristik pathogen penyebab
-          Perilaku petugas
-          Kondisi lingkungan
-          Jenis tindakan
-          Kualitas instrumen
c.       Risiko penularan :
-          Kecepatan penularan
-          Cara penularan (kontak, droplet, airborne, vehicle)
d.      Unit perawatan berrisiko tunggi
e.      Ketersediaan sumber daya
             3.  Metode surveylans
   Metode yang dipilih adalah surveylans aktif dengan sasaran khusus
     4. Pengorganisasian
Pelaksanaan surveylans IRS (pengumpulan, pencatatan) dilakukan oleh IPCLN dan tim PPIRS. Pengolahan dan analisis data dilakukan oleh tim PPI. Hasil dilaporkan ke komite PPI untuk dilakukan pembahasan dan penyusunan rekomendasi. Komite PPI melaporkan keseluruhan hasil dan rekomendasi ke direktur RS. Umpan balik dan rekomendasi ke unit terkait dilakukan oleh komite PPI. Pemantauan tindak lanjut rekomendasi dilakukan oleh tim PPI.
     5. Penyediaan sumber daya
   Sumber daya yang diperlukan adalah :
a.       Petugas
-          IPCN yang sudah mengikuti pelatihan PPI Dasar dan Surveylans
-          IPCLN yang sudah mengikuti pelatihan PPI
b.      Dana
Dukungan dana operasional dari pimpinan RS
c.       Sarana, prasarana dan pendukung
-          Kntor dan ruang rapat komite dan tim PPI
-          Computer, fax, telepon, fasilitas internet
-          Petugas secretariat dan teknologi informasi (IT)


Diambil dari Buku Petunjuk Praktis Surveylans Infeksi Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan RI, 2011

Sabtu, 22 Februari 2014

SISI INDAH ABU VULKANIK GUNUNG KELUD

Gunung Kelud memuntahkan simpanan laharnya disaat yang tidak begitu tepat bagi kami. Satu hari sebelum Gunung Kelud marah saya dan beberapa sahabat terbang menuju Belitung untuk suatu keperluan. Tepat satu hari kami tiba di pulau indah nan elok tersebut, telephon saya berdering dengan nada khusus yang memang saya setel bagi orang-orang yang saya anggap penting. Betul, atasan saya mengabarkan jika Gunung Kelud meletus dan saya bersama tim harus sudah menuju ke Gunung Kelud untuk mengurusi masalah kesehatan terhadap masyarakat yang terkena dampak. Sebagai orang yang sok merasa bertanggung jawab, saya berusaha untuk mencari solusi agar kami bisa pulang secepatnya. Namun apa daya upaya kami nihil, semua maskapai penerbangan menutup kegiatan penerbangannya di enam Bandar udara di Pulau Jawa karena efek abu vulkanik Gunung Kelud masih memenuhi angkasa wilayah padat penduduk ini.

Kami tidak dapat berbuat banyak, hanya bisa menunggu dan tetap menyelesaikan kegiatan di Belitung. Tepat hari ketiga telephone genggam usang saya berbunyi, menyalak meminta untuk diangkat, muncul sebuah nomor asing yang tidak tercatat pada memori telephon saya. Dengan suara khas seperti ketika mengangkat telephon dari orang yang tidak saya kenal, saya tempelkan rapat-rapat telephon ke telinga. Ternyata Sebuah penerbangan mengabarkan bahwa besok pagi Bandar udara di Surabaya sudah dibuka dan pesawat akan terbang subuh buta. Dengan hitungan matematika untuk mengejar pesawat paling awal esok hari, kami memutuskan untuk memilih pesawat sore ini menuju Jakarta untuk transit.

Tiba di Jakarta kami mencoba mencari pesawat yang bisa terbang sore ini, lelahnya kaki tidak kami rasakan demi menemukan pesawat yang bisa terbang sore ini. Seolah menjadi sprinter kelas tinggi, kami berlari mencari semua maskapai penerbangan kearah Surabaya. Apa daya lelahnya kaki-kaki kami tidak membuahkan hasil, tak ada satupun maskapai yang terbang sore ini dengan alasan keselamatan penumpang. Malam mulai larut, lelah telah menjalar keseluruh tubuh kami, sendi terasa kaku, bahkan badan serasa hanya memiliki beberapa ruas tulang saja. Akhirnya kami putuskan untuk mencari tempat untuk menginap yang dirasa murah dan terjangkau oleh saku-saku kami. Lagi-lagi badan kami paksa untuk menambah aktifitas, pikiran kami peras untuk membantu menentukan pilihan, arah mata angin kami gunakan sebagai penunjuk kemana kaki-kaki kusut kami untuk melangkah. Namun sungguh memang nasib baik tak berpihak kepada kami, semua tempat penginapan di sekitar Bandar Udara Soekarno Hatta yang telah kami singgahi sudah tak bersisa.

Dinginnya lantai Bandar Udara Soekarno Hatta memaksa kami untuk meluruskan kaki-kaki kami yang sudah mulai tak berrasa. Bersama trolly yang setia menemani, kami memosisikan tubuh sekenanya. Jari-jari tangan kaku kami tak henti-hentinya memainkan apapun yang ada di telephon genggam kami masing-masing. Saya yang memang dikenal sok usil berusaha mengganggu sahabat yang mulai tidak kuasa menahan beratnya kelopak mata. Mulai dari lontaran kata-kata unik, menggelitiki bagian badan tertentu atau mengabadikan posisi lucu selama kami melepas lelah. Hujan semakin menambah suasana aneh bagi kami, bau uap tanah ikut membuat kami semakin lelah. Wajah kuyu, kulit terbakar akibat sengatan matahari ketika kami jalan di pantai serta pakaian lusuh menjadi sahabat yang mengantarkan kami sampai Surabaya, Kota tercinta.

Pagi itu sebelum matahari menampakkan rautnya, saya dan tim reaksi cepat bencana sudah tergopoh-goboh memacu kendaraan menuju Batu Malang. Berbekal beberapa lembar pakaian yang memenuhi tas kami masing-masing, kami angkat dengan perasaan jiwa yang sok iklas dan sudah merasa paling hebat. Hati dan pikiran kami dipenuhi oleh anggapan sebagai orang yang paling hebat dan paling bisa membantu masyarakat yang terkena dampak bencana. Matahari terlihat sudah tidak sabar untuk menemani langkah kami.

Mobil warna biru yang kami tumpangi melaju menyusuri Kota Batu, sejuknya udara dan hujaunya pemandangan menyambut kedatangan kami. Sudut kota dengan jalan berliku menjadi akhir perjalan. Sepatu usang yang kami pakai mulai melangkah menuju rumah-rumah yang dijadikan sebagai tempat pengungsian. Dengan mimik wajah yang dibuat bersahabat kami sapa para pertugas, penduduk dan pengungsi. Muncul perasaan haru saat melihat dan menyapa pengungsi, betapa Tuhan masih sayang kepada saya hingga tidak ikut merasakan beban yang mereka rasakan. Setelah dirasa cukup menguasai medan pengungsian kami putuskan untuk kembali ke pos kesehatan. Hujan yang turun ikut mengantarkan kami menuju pos kesehatan. Terlihat air berwarna hitam meluncur deras dari atap rumah-rumah penduduk, menandakan abu vulkanik dari Gunung Kelud masih menutupi permukaan bumi.

Hari itu kami langsung memulai tugas, namun perasaan yang sok “high class” yang menancap pada diri kami terasa mulai mempermalukan kami. Betapa tidak, para penduduk di kampung Songgoriti Kota Malang ini begitu hebat. Rumah-rumahnya direlakan untuk dijadikan tempat pengungsian. Total terdapat 29 tempat pengungsian ada di daerah ini. Mereka bahu membahu membantu pengungsi, mendirikan dapur umum dengan dana swadaya dari masyarakat setempat. Bahkan mereka merelakan makanannya dikumpulkan untuk diberikan kepada pengungsi saat mereka pertama kali datang, hingga mereka tidak memedulikan diri merek sendiri. Selama masa tanggap darurat para pedagang dan warung makan tidak akan menarik biaya kepada pengungsi yang membutuhkan. Bukan hanya itu, rata-rata penduduk meluangkan waktunya khusus untuk membantu pengungsi dengan tugas dan fungsi yang berlainan.

Bukan cuma kepada pengungsi, kepada kamipun mereka sangat care, dan sangat membantu tugas kami. mereka bersedia menjadikan salah satu dari tempat tinggal mereka dijadikan pos kesehatan, bahkan segala kebutuhan kami dipenuhi walaupun kami tidak meminta. Keiklasan nampak dari wajah-wajah lugu mereka.
Sungguh kami amat malu kepada Tuhan. Tidak seberapa besar ujian Tuhan kepada kami jika dibandingkan dengan mereka, tetapi kami sudah sering mengeluh. Tidak seberapa besar yang bisa kami berikan kepada orang lain, kami sudah merasa congkak, sombong dan merasa hebat.

Untuk masyarakat di lereng Gunung Kelud, tetaplah bersabar pasti ada hikmah besar dibalik bencana ini.

Untuk masyarakat Songgoriti dan Kota Batu, kami belajar banyak dari semuanya. Anda adalah guru bijak bagi kami.